Kamis, 14 Juni 2012
ASURANSI
A. Pengertian
asuransi dan Fungsinya
Asuransi berasal mula dari
masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Kemudian pada tahun 1668 M di Coffee House London berdirilah Lloyd
of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional. Sumber hukum asuransi
adalah hukum positif, hukum alami dan contoh yang ada sebelumnya sebagaimana
kebudayaan.
Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan
adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer
of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada
penanggung. Asuransi sebagai mekanisme pemindahan resiko dimana individu atau business
memindahkan sebagian ketidakpastian sebagai imbalan pembayaran premi. Definisi
resiko disini adalah ketidakpastian terjadi atau tidaknya suatu kerugian (the
uncertainty of loss).
Asuransi di Indonesia berawal pada masa penjajahan
Belanda, terkait dengan keberhasilan perusahaan dari negeri tersebut di sektor
perkebunan dan perdagangan di Indonesia.
Untuk memenuhi kebutuhan jaminan terhadap keberlangsungan usahanya, tentu
diperlukan adanya asuransi. Perkembangan industri asuransi di Indonesia sempat vakum selama masa
penjajahan Jepang.
Menurut KUHP Pasal 246:“Asuransi atau pertanggungan adalah
suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena: suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di
harapkan, yang mungkin akan diderita karena sesuatu yang tak tertentu.” Menurut H.M.N. Purwosutjipto: “Pertanggungan/asuransi adalah perjanjian
timbal balik antara penanggung dengan penutup asuransi, dimana penanggung
mengikatkan diri untuk mengganti kerugian dan atau membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada waktu penutupan
perjanjian, kepada penutup asuransi atau orang lain yang ditunjuk, pada waktu
terjadinya evenement, sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk
membayar uang premi”. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992,
yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan. Terkait dengan Undang-undang no. 2
tahun 1992 tentang perasuransian, pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa
kebijakan seperti: kesehatan keuangan dan asuransi dan perusahaan penunjang
usaha asuransi agar terjasi peningkatan kemampuan dalam memenuhi kewajibannya
pada pemegang polis maka ditentapkan ketentuan mengenai kesehatan keuangan
perusahaan asuransi dan reasuransi penetapan batas tingkat solvabilitas,
jenis-jenis investasi yang diperbolehkan dan batas maksimum retensi yang
dikaitkan dengan kemampuan modal sendiri.
Beberapa pendapat lain mengatakan bahwa Asuransi adalah suatu
mekanisme pemindahan resiko dari Tertanggung (Nasabah) kepada Penanggung (pihak
asuransi). Dengan sejumlah premi yang yang pasti, Tertanggung terbebas dari
ketidakpastian kerugian yang mungkin akan diderita. Berdasarkan defenisi di
atas dapat dijelaskan bahwa asuransi tersebut merupakan seseorang yang menerima
suatu premi, dimana orang tersebut telah membuat perjanjian sebelumnya. Setiap
perjanjian termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-syarat sahnya
suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
a)
Adanya kesepakatan
antara kedua belah pihak
b)
Adanya
kecakapan para pihak untuk membuat perikatan
c)
Mengenai suatu
hal tertentu
d) Adanya suatu sebab yang halal/kausa yang halal.
Apakah fungsi utama dari Asuransi? Fungsi utama dari asuransi
adalah menempatkan posisi keuangan Tertanggung kembali kepada saat sebelum
terjadi kerugian/loss. Asuransi Jiwa dengan Asuransi Kerugian mempunyai
perbedaan.
Perbedaannya terletak pada obyek pertanggungannya. Dalam asuransi jiwa yang menjadi obyek pertanggungannya adalah jiwa manusia, sedangkan dalam asuransi kerugian yang menjadi obyek pertanggungan adalah barang atau properti (rumah, mobil, pabrik, dll) dan kewajiban hukum terhadap pihak ketiga.
Perbedaannya terletak pada obyek pertanggungannya. Dalam asuransi jiwa yang menjadi obyek pertanggungannya adalah jiwa manusia, sedangkan dalam asuransi kerugian yang menjadi obyek pertanggungan adalah barang atau properti (rumah, mobil, pabrik, dll) dan kewajiban hukum terhadap pihak ketiga.
Fungsi utama dari asuransi
adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko (risk transfer mechanism),
yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain
(penanggung). Pengalihan resiko ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan misfortune,
melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan finansial (financial
security) serta ketenangan (peace of mind) bagi tertanggung. Sebagai
imbalannya, tertanggung membayarkan premi dalam jumlah yang sangat kecil bila
dibandingkan dengan potensi kerugian yang mungkin dideritanya
Pada dasarnya, polis asuransi
adalah suatu kontrak yakni suatu perjanjian yang sah antara penanggung (dalam
hal ini perusahaan asuransi) dengan tertanggung, dimana pihak penanggung
bersedia menanggung sejumlah kerugian yang mungkin timbul dimasa yang akan
datang dengan imbalan pembayaran (premi) tertentu dari tertanggung.
Agar suatu kerugian potensial
(yang mungkin terjadi) dapat diasuransikan (insurable) maka harus
memiliki karakteristik: 1) terjadinya kerugian mengandung ketidakpastian, 2)
kerugian harus dibatasi, 3) kerugian harus signifikan, 4) rasio kerugian dapat
terprediksi dan 5) kerugian tidak bersifat katastropis (bencana) bagi penanggung.
Timbul pertanyaan; kematian adalah sesuatu yang pasti, mengapa bisa
diasuransikan? Meski merupakan sesuatu yang mengandung kepastian, namun kapan
tepatnya saat kematian seseorang berada diluar kendali orang tsb. Sehingga saat
terjadinya peristiwa kematian yang betul-betul mengandung ketidakpastian inilah
yang menyebabkannya insurable.
Ada dua bentuk perjanjian
dalam menetapkan jumlah pembayaran pada saat jatuh tempo asuransi yaitu:
kontrak nilai (valued contract) dan kontrak indemnitas (contract of indemnity).
Kontrak nilai adalah perjanjian dimana jumlah pembayarannya telah ditetapkan
dimuka. Misal, nilai Uang Pertanggungan (UP) pada asuransi jiwa. Kontrak
indemnitas adalah perjanjian yang jumlah santunannya didasarkan atas jumlah
kerugian finansial yang sesungguhnya. Misal, biaya perawatan rumah sakit.
Dalam hal perusahaan asuransi
berusaha menekan kemungkinan kerugian yang fatal/besar, maka dapat mengalihkan
resiko kepada perusahaan asuransi lain. Hal ini disebut reasuransi; perusahaan
yang menerima reasuransi dinamakan reasuradur.
Selain kelima karakteristik di atas, sebelum dapat
diasuransikan, maka perusahaan asuransi harus mempertimbangkan insurable
interest dan anti seleksi. Insurable
interest berkaitan dengan hubungan antara tertanggung dengan penerima
santunan/manfaat – dalam hal terjadi kerugian potensial. Contoh, perusahaan
asuransi tidak akan menjual polis asuransi kebakaran kepada pihak selain
pemilik gedung yang diasuransikan. Insurable interest dlm contoh ini
adalah kepemilikan thd sesuatu yang diasuransikan. Begitu pula hubungan
keluarga, keterkaitan financial yang beralasan, juga merupakan bentuk insurable
interest. Yang dimaksud anti seleksi (kontra seleksi) mengacu pada adanya
kecenderungan lebih besar untuk ikut asuransi karena memiliki tingkat resiko
diatas rata-rata. Contoh, orang yang memiliki catatan kesehatan buruk atau
resiko pekerjaan berbahaya cenderung mau membeli asuransi. Untuk mengurangi
akibat anti seleksi, perusahaan asuransi harus dapat mengidentifikasi dan
mengklasifikasi potensi resiko atau kerugian. Proses identifikasi dan
klasifikasi tingkat resiko itu disebut underwriting atau seleksi resiko.
Namun bukan berarti anti seleksi menyebabkan pengajuan asuransinya ditolak,
karena bagi tertanggung dengan resiko kerugian diatas rata-rata dapat dikenakan
premi sub standar (premi khusus) disebabkan resikonya sub standar
(resiko khusus) kecuali jika kemungkinan kerugiannya jauh lebih tinggi, mungkin
permohonan asuransinya ditolak.
B. Macam-macam Asuransi dan Hukumnya
1. Asuransi kerugian
Asuransi kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti
rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya,
kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan
ini diadakan, baik kerugian itu berupa: Kehilangan nilai pakai atau Kekurangan
nilainya atau Kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung. Pada
asuransi kerugian penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung
kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami
bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.
2.
Asuransi jiwa
Asuransi jiwa adalah perjanjian tentang pembayaran uang dengan
nikmat dari premi dan yang berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang
termasuk juga perjanjian asuransi kembali uang dengan pengertian catatan dengan
perjanjian dimaksud tidak termasuik perjanjian asuransi kecelakaan (yang masuk
dalam asuransi kerugian) berdasarkan pasal I a Bab I Staatblad 1941 – 101).
Dalam asuransi jiwa (yang mengandung SAVING) penanggung akan tetap
mengembalikan jumlah uang yang diperjanjikan, kepada tertanggung, Kalau
tertanggung meninggalkan dalam massa
berlaku perjanjian, atau pada saat berakhirnya jangka waktu perjanjian
keperluannya suka rela. Kebutuhan jaminan yang dapat dipenuhi oleh asuransi
jiwa adalah sebagai berikut:
Ø Kebutuhan Pribadi, meliputi: penyediaan biaya-biaya hidup final
seperti biaya yang berkaitan dengan kematian, biaya pembayaran tagihan berupa
hutang atau pinjaman yang harus dilunasi; tunjangan keluarga; biaya pendidikan;
dan uang pensiun. Selain itu, polis asuransi jiwa yang memiliki nilai tunai
dapat digunakan sebagai tabungan maupun investasi.
Ø Kebutuhan Bisnis, seperti: insurance on key persons (asuransi
untuk orang-orang penting dalam perusahaan); insurance on business owners
(asuransi untuk pemilik bisnis); employee benefit (kesejahteraan
karyawan) contohnya asuransi jiwa dan kesehatan kumpulan.
3.
Asuransi Sosial
Asuransi Sosial Ialah asuransi yang memberikan jaminan kepada
masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah, yaitu: Asuransi kecelakaan lalu
lintas (jasa raharja). Asuransi TASPEN, ASTEK. ASKES, ASABRI.
Sifat asuransi
sosial
·
Dapat bersifat asuransi kerugian
·
Dapat bersifat asuransi jiwa.
Hukum Asuransi
1. Asuransi Sosial diperbolehkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Asuransi Sosial diperbolehkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
·
Asuransi sosial tidak termasuk akad mu’awadlah,
tetapi merupakan syirkah ta’awuniyah.
·
Diselenggarakan oleh Pemerintah. Sehingga kalau
ada ruginya ditanggung oleh Pemerintah, dan kalau ada untungnya dikembalikan
untuk kepentingan masyarakat.
2.
Asuransi kerugian, diperbolehkan dengan syarat apabila memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
·
Apabila asuransi kerugian tersebut merupakan
persyaratan bagi obyek-obyek yang menjadi agunan bank.
·
Apabila asuransi kerugian tersebut tidak dapat
dihindari, karena terkait oleh ketentuan-ketentuan Pemerintah, seperti asuransi
untuk barang-barang yang di impor dan diekspor.
3.
Asuransi jiwa hukumnya haram kecuali apabila memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
·
Apabila asuransi jiwa tersebut mengandung unsur
saving (tabungan)
·
Pada waktu menyerahkan uang premi, pihak
tertanggung beniat untuk menabung untungnya pada pihak penanggung (perusahaan
asuransi).
·
Pihak penanggung bemiat menyimpan uang tabungan
milik pihak tertanggung dengan cara-cara yang dibenarkan/dihalalkan oleh
syariat agama Islam.
·
Apabila sebelum jatuh tempo yang telah
disepakati bersama antara pihak tertanggung dan pihak menanggung seperti yang
telah disebutkan dalam polis (surat
perjanjian). ternyata pihak penanggung sangat memerlukan (keperluan yang
bersifat darurat) uang tabungannva, maka pihak tertanggung dapat mengambil atau
menarik kemballi sejumlah uang simpanannya dari pihak penanggung dan pihak
penanggung berkewajiban menyerahkan sejumlah uang tersebut kepadanya.
·
Apabila pada suatu ketika pihak tertanggung
terpaksa tidak dapat membayar uang premi, maka :
Ø Uang
premi tersebut menjadi hutang yang dapat diangsur oleh pihak tertanggung pada
waktu-waktu pembayaran uang premi berikutnya.
Ø Hubungan
antara pihak tertanggung dan pihak penanggung dinyatakan tidak putus.
Ø Uang
tabungan milik pihak tertanggung tidak dinyatakan hangus oleh pihak penanggung.
Ø Apabila
sebelum jatuh tempo pihak tertanggung meninggal dunia, maka ahli warisnya
berhak untuk mengambil sejumlah uang simpanannya, sedang pihak penanggung
berkewajiban mengembalikan sejumlah uang tersebut.
Walaupun ada beberapa pendapat tentang hukum asuransi tetapi
para musyawirin mendukung dan menyetujui berdirinya Asuransi secara Islam. Jadi
sebelum tercapainya cita-cita terwujudnya Asuransi Islam hendaknya sistem
perasuransian yang ada sekarang ini diperbaiki dengan menghilangkan unsur-unsur
yang terlarang, sehingga tidak bertentangan dengan tuntunan ajaran Islam
C. Tujuan Asuransi
Tujuan pokok asuransi ialah mengurangi uncertainty
(ketidakpastian, keraguan) yang disebabkan oleh kesadaran akan kemungkinan kerugian.
Asuransi memberikan kepastian kepada masing-masing anggota kelompok itu dengan
memeratakan biaya kerugian. Kontribusi perorangan kepada kelompok itu
ditentukan berdasarkan ramalan tentang bagiannya dalam kerugian yang diderita
oleh kelompok itu. Imbalan dari kontribusinya, ia mendapatkan kepastian bahwa
kelompok itu akan memikul setiap kerugian yang dideritanya. la memindahkan
resikonya terhadap kelompok itu. Jadi membayar premi tertentu sebagai ganti
menghadapi ketidakpastian kemungkinan kerugian besar. Asuransi memiliki beberapa tujuan, yaitu:
Ø
Tujuan
ganti rugi. Ganti rugi diberikan oleh penanggung kepada tertanggung, apabila
tertanggung menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk
mengembalikan tertanggung dari kebangkrutan sehinga ia masih mampu berdiri
seperti sebelum menderita kerugian
Ø
.Tujuan
tertanggung. Untuk memperoleh rasa tentram dari resiko yang dihadapinya atas
kegiatan usahanya atas harta miliknya. Dan untuk mendorog keberaniannya
menggiatkan usaha yang lebih besar dengan risiko yang besar pula karena resiko
yang lebih besar diambil alih oleh penanggung.
Ø
Tujuan
Penanggung. Tujuan Khusus, meringankan risiko yang dihaapi oleh para nasabahnya
atau para tertanggung dengan mengambil alih risiko yang dihadapinya. Menciptakan rasa tentram dikalangan
nasabahnya sehingga lebih berani menggiatkan usaha yang lebih besar.
Mengumpulkan dana melalui premi yang terkumpul sedikit demi sedikit dari para
nasabahnya sehingga terhimpun dana besar yang dapat digunakan untuk membiayai
pembangunan bangsa dan Negara.
Secara khusus asuransi tersebut
mempunyai tujuan tersendiri yaitu sebagai berikut:
- Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
- Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
- Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
- Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
- Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
- Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja)
Dalam asuransi juga terdapat beberapa
jenis resiko, adapun resiko tersebut adalah:
1. Risiko Umum. Berarti ada ketidakpastian terjadinya suatu kerugian
atau hanya ada peluang merugi dan bukan suatu peluang keuntungan dengan kata
lain, resiko murni adalah suatu yang terjadi tidak juga memberikan keuntungan
2. Risiko spekulatif atau speculative risk. Adalah resiko yang
berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, antara lain peluang mengalami
kerugian financial, dan peluang memperoleh keuntungan.
3. Risiko individu
Ø Risiko pribadi adalah resiko yang mempengaruhi kapasitas atau
kemampuan seseorang memperoleh keuntungan yang dapat disebabkan mati muda,
uzur, cacat fisik, dan kehilangan pekerjaan.
Ø Risiko harta adalah terjadi kerugian keuangan apabila kita memiliki
suatu benda atau harta, dimana adanya peluang harta tersebut hilang, dicuri,
atau rusak. Hilangnya suatu harta berarti suatu kerugian financial.
Ø Risiko tanggung gugat adalah resiko yang mungkin kita alami atau
derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain.
Dalam asuransi juga ada istilah menanggung risiko.
menanggung risiko tersebut minimal ada 5
cara yang dapat dilakukan, antara lain:
Ø Menghindari risiko. Jangan melakukan
kegiatan yang mungkin dapat terjadinya peluang merugi.
Ø Mengurangi risiko. Yaitu tindakan yang
dapat diambil untuk mengurangi resiko kerugian yang mungkin timbul.
Ø Menahan risiko. Berarti kita tidak
melakukan apa-apa terhadap risiko tersebut dimana risiko itu tetap ada atau
kita akan menahannya.
Ø Membagi risiko. Membagi risiko dengan
pihak lain, potensi kerugian dapat dibagi dengan pihak yang bersangkutan.
Ø Mentransfer risiko. Berarti memindahkan
risiko kerugian kepada pihak lain dan biasanya kepada perusahaan asuransi yang
bersedia serta mampu memikul beban tersebut
Resiko yang dapat diasuransikan
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Ø Kerugian potensial cukup
besar, tetapi probabilitasnya tidak tinggi, sehingga membuat asuransi
terhadapnya secara ekonomis mungkin (kelayakan ekonomis)
Untuk layaknya suatu asuransi secara ekonomis,
maka kerugian yang mungkin terjadi haruslah cukup besar bagi tertanggung,
sedangkan biaya asuransinya jangan terlalu tinggi dibandingkan dengan
kemungkinan kerugian tersebut. Jika kemungkinan kerugian tidak cukup besar bagi
tertanggung, maka mereka tidak akan tertarik memindahkan resikonya kepada
penanggung. Banyak resiko ditahan sendiri oleh tertanggung dan tidak
diasuransikan karena kemungkinan kerugiannya sedemikian kecil sehingga tidak
merupakan beban.
Ø Probabilitas kerugian dapat diperhitungkan.
Tingkat premi asuransi itu didasarkan atas ramalan
ten tang masa depan. Ramalan ini didasarkan atas taksiran probabilitas. Probabilitas ini umumnya didasarkan atas
pengalaman masa lampau. Cara inilah yang digunakan perusahaan asuransi untuk
menaksir probabilitas. Tapi
cara ini hanya bermanfaat bila dapat dianggap bahwa taktor-faktor penentu masa
depan itu sarna dengan faktor-faktor penentu masa lampau tersebut. Jika tidak,
maka pengalaman masa lampau itu tidak bisa dijadikan pedoman untuk masa depan.
Apabila probabilitas kerugian yang hendak diasuransikan itu tidak dapat
dihitung, maka resikonya tidak dapat diasuransikan
Ø Kerugian yang terjadi bersifat kebetulan
Resiko yang ditanggung oleh penanggung haruslah
hanya bersifat kemungkinan kerugian bagi tertanggung. Kerugian itu haruslah
bersifat kebetulan ldealnya, tertanggung tidak boleh memiliki kontro1 atau
pengaruh terhadap kejadian yang hendak diasuransikan itu. Dalam kenyataannya,
situasi ini hanya berlaku untuk bencana-bencana seperti gempa bumi dan iklim.
Ø Kerugiannya tertentu
Umumnya perusahaan asuransi berjanji akan membayar
kerugian jika terjadi selama waktu tertentu dan di tempat tertentu. Contoh,
perjanjian ini mungkin menutup kerugian kebakaran pada lokasi tertentu. Untuk
berlakunya kontrak ini haruslah dapat diketahui kapan dan dimana kerugian itu
terjadi.
Ø Massal dan
homogen
Syarat utama untuk dapat diasuransikan adalah
massal, artinya harus ada sejumlah besar unit. Dalam hal asuransi mobil, harus
ada sejumlah besar mobil. Dalam hal asuransi jiwa, harus ada sejumlah besar
orang. Sebuah perusahaan asuransi mobil tidak akan didapat menanggung selusin
mobil saja, dan sebuah perusahaan asuransi jiwa tidak akan dapat menanggung
selusin orang saja. Sebagaimana te!ah diuraikan, untuk memperoleh taksiran
probabilitas yang akurat diperlukan pengamatan terhadap sejumlah besar
kejadian. Sesudah probabilitas kerugian itu diketahui, maka ia dijadikan dasar
untuk ramalan, tetapi ramalan ini hanya berlaku untuk sejumlah kelompok besar.
Perusahaan asuransi tidak lebih mampu meramalkan kerugian seseorang tertentu
daripada orang itu sendiri.
D. Hukum
Asuransi Syariah
Asuransi sistem syariah pada intinya memang punya perbedaan
mendasar dengan yang konvensional, antara lain:
- Prinsip akad asuransi syariah adalah takaful (tolong-menolong). Di mana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
- Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
- Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
- Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
- Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
- Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
Hakikat asuransi
secara syariah adalah saling bertanggung jawab, saling bekerja sama atau
bantu-membantu dan saling menanggung penderitaan satu sama lain. Oleh karena itu
berasuransi diperbolehkan secara syariah, karena prinsip-prinsip dasar syariah
mengajak kepada setiap sesuatu yang berakibat keeratan jalinan sesama manusia
dan kepada sesuatu yang meringankan bencana mereka sebagaimana firman Allah
SWT. dalam Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 2 yang artinya:“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhuya Allah amat berat siksa-Nya”.
Prinsip asuransi
syariah yang menekanakan pada semangat kebersamaan dan tolong-menolong (ta’awun).
Semangat asuransi syariah menginginkan berdirinya
sebuah masyarakat mandiri yang tegak di atas azas saling membantu dan saling
menopang, karena setiap muslim terhadap muslim
yang lainnya sebagaimana sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagian kepada
sebagian yang lain. Dalam model asuransi ini tidak ada perbuatan memakan harta
manusia dengan batil (aklu amwalinnas bilbathil), karena apa yang
telah diberikan adalah semata-mata sedekah dari hasil harta yang dikumpulkan.
Selain itu keberadaan asuransi syariah akan membawa kemajuan dan kesejahteraan
kepada perekonomian umat.
Dalam menjalankan
usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah berpegang pada pedoman yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yaitu
Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
diamping Fatwa DSN-MUI yang paling terkini yang terkait dengan akad perjanjian
asuransi syariah yaitu Fatwa No.51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah
Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah
pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada
Asuransi Syariah.
Peraturan
perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan asuransi
syariah yaitu:
1.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/ KMK.06/2003 tentang
Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Peraturan inilah yang dapat dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi syariah
sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 yang menyebutkan bahwa ”Setiap pihak
dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip
syariah…” Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam
Pasal 3-4 mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha perusahaan
asuransi dan perusahaan reasuransi dengan
prinsip syariah, Pasal 32 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip
syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional, dan
Pasal 33 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
2. Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/ KMK.06/2003 tentang Kesehatan
Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Ketentuan yang
berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 15-18 mengenai kekayaan
yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor
Kep. 4499/ LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
Dalam menerjemahkan
istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat beberapa istilah,
antara lain takaful (bahasa Arab), ta’min (bahasa Arab) dan Islamic
insurance (bahasa Inggris). Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak
berbeda satu sama lain yang mengandung makna pertanggungan atau saling
menanggung. Namun dalam praktiknya istilah yang paling populer digunakan
sebagai istilah lain dari asuransi dan juga paling banyak digunakan di beberapa
negara termasuk Indonesia
adalah istilah takaful. Istilah takaful ini pertama kali digunakan
oleh Dar Al Mal Al Islami, sebuah perusahaan asuransi Islam di Geneva
yang berdiri pada tahun 1983.
Istilah takaful
dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-takafala-yatakafalu-takaful
yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama. Kata takaful tidak
dijumpai dalam Al-Qur’an, namun demikian ada sejumlah kata yang seakar dengan
kata takaful, seperti misalnya dalam QS. Thaha (20): 40 “… hal adullukum
‘ala man yakfuluhu…”. Yang artinya ”… bolehkah saya menunjukkan
kepadamu orang yang akan memeliharanya (menanggungnya)?…”
Apabila kita
memasukkan asuransi takaful ke dalam lapangan kehidupan muamalah, maka takaful
dalam pengertian mu’amalah mengandung arti yaitu saling menanggung risiko di
antara sesama manusia sehingga di antara satu dengan lainnya menjadi penanggung
atas risiko masing-masing. Dengan demikian, gagasan mengenai asuransi takaful
berkaitan dengan unsur saling menanggung risiko diantara para peserta asuransi,
di mana peserta yang satu menjadi penanggung peserta yang lainnya.
Tanggung-menanggung risiko tersebut dilakukan atas dasar
kebersamaan saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing
mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung risiko tersebut.
Label:
Akutansi Komputer
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Aapa tu maksudnya pak??????
BalasHapus