Kamis, 14 Juni 2012

ASURANSI

1 komentar:

A.    Pengertian asuransi dan Fungsinya

Asuransi berasal mula dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Kemudian pada tahun 1668 M di Coffee House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional. Sumber hukum asuransi adalah hukum positif, hukum alami dan contoh yang ada sebelumnya sebagaimana kebudayaan.
Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Asuransi sebagai mekanisme pemindahan resiko dimana individu atau business memindahkan sebagian ketidakpastian sebagai imbalan pembayaran premi. Definisi resiko disini adalah ketidakpastian terjadi atau tidaknya suatu kerugian (the uncertainty of loss).
Asuransi di Indonesia berawal pada masa penjajahan Belanda, terkait dengan keberhasilan perusahaan dari negeri tersebut di sektor perkebunan dan perdagangan di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan terhadap keberlangsungan usahanya, tentu diperlukan adanya asuransi. Perkembangan industri asuransi di Indonesia sempat vakum selama masa penjajahan Jepang.
Menurut KUHP Pasal 246:“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena: suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan, yang mungkin akan diderita karena sesuatu yang tak tertentu.” Menurut H.M.N. Purwosutjipto: “Pertanggungan/asuransi adalah perjanjian timbal balik antara penanggung dengan penutup asuransi, dimana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian dan atau membayar sejumlah uang (santunan)  yang ditetapkan pada waktu penutupan perjanjian, kepada penutup asuransi atau orang lain yang ditunjuk, pada waktu terjadinya evenement, sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang premi”. Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Terkait dengan Undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang perasuransian, pemerintah juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan seperti: kesehatan keuangan dan asuransi dan perusahaan penunjang usaha asuransi agar terjasi peningkatan kemampuan dalam memenuhi kewajibannya pada pemegang polis maka ditentapkan ketentuan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan reasuransi penetapan batas tingkat solvabilitas, jenis-jenis investasi yang diperbolehkan dan batas maksimum retensi yang dikaitkan dengan kemampuan modal sendiri.
Beberapa pendapat lain mengatakan bahwa Asuransi adalah suatu mekanisme pemindahan resiko dari Tertanggung (Nasabah) kepada Penanggung (pihak asuransi). Dengan sejumlah premi yang yang pasti, Tertanggung terbebas dari ketidakpastian kerugian yang mungkin akan diderita. Berdasarkan defenisi di atas dapat dijelaskan bahwa asuransi tersebut merupakan seseorang yang menerima suatu premi, dimana orang tersebut telah membuat perjanjian sebelumnya. Setiap perjanjian termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
a)        Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
b)        Adanya kecakapan para pihak untuk membuat perikatan
c)        Mengenai suatu hal tertentu
d)       Adanya suatu sebab yang halal/kausa yang halal.
Apakah fungsi utama dari Asuransi? Fungsi utama dari asuransi adalah menempatkan posisi keuangan Tertanggung kembali kepada saat sebelum terjadi kerugian/loss. Asuransi Jiwa dengan Asuransi Kerugian mempunyai perbedaan.
Perbedaannya terletak pada obyek pertanggungannya. Dalam asuransi jiwa yang menjadi obyek pertanggungannya adalah jiwa manusia, sedangkan dalam asuransi kerugian yang menjadi obyek pertanggungan adalah barang atau properti (rumah, mobil, pabrik, dll) dan kewajiban hukum terhadap pihak ketiga.
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko (risk transfer mechanism), yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung). Pengalihan resiko ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan misfortune, melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan finansial (financial security) serta ketenangan (peace of mind) bagi tertanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung membayarkan premi dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi kerugian yang mungkin dideritanya
Pada dasarnya, polis asuransi adalah suatu kontrak yakni suatu perjanjian yang sah antara penanggung (dalam hal ini perusahaan asuransi) dengan tertanggung, dimana pihak penanggung bersedia menanggung sejumlah kerugian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang dengan imbalan pembayaran (premi) tertentu dari tertanggung.
Agar suatu kerugian potensial (yang mungkin terjadi) dapat diasuransikan (insurable) maka harus memiliki karakteristik: 1) terjadinya kerugian mengandung ketidakpastian, 2) kerugian harus dibatasi, 3) kerugian harus signifikan, 4) rasio kerugian dapat terprediksi dan 5) kerugian tidak bersifat katastropis (bencana) bagi penanggung. Timbul pertanyaan; kematian adalah sesuatu yang pasti, mengapa bisa diasuransikan? Meski merupakan sesuatu yang mengandung kepastian, namun kapan tepatnya saat kematian seseorang berada diluar kendali orang tsb. Sehingga saat terjadinya peristiwa kematian yang betul-betul mengandung ketidakpastian inilah yang menyebabkannya insurable.
Ada dua bentuk perjanjian dalam menetapkan jumlah pembayaran pada saat jatuh tempo asuransi yaitu: kontrak nilai (valued contract) dan kontrak indemnitas (contract of indemnity). Kontrak nilai adalah perjanjian dimana jumlah pembayarannya telah ditetapkan dimuka. Misal, nilai Uang Pertanggungan (UP) pada asuransi jiwa. Kontrak indemnitas adalah perjanjian yang jumlah santunannya didasarkan atas jumlah kerugian finansial yang sesungguhnya. Misal, biaya perawatan rumah sakit.
Dalam hal perusahaan asuransi berusaha menekan kemungkinan kerugian yang fatal/besar, maka dapat mengalihkan resiko kepada perusahaan asuransi lain. Hal ini disebut reasuransi; perusahaan yang menerima reasuransi dinamakan reasuradur.
Selain kelima karakteristik di atas, sebelum dapat diasuransikan, maka perusahaan asuransi harus mempertimbangkan insurable interest dan anti seleksi. Insurable interest berkaitan dengan hubungan antara tertanggung dengan penerima santunan/manfaat – dalam hal terjadi kerugian potensial. Contoh, perusahaan asuransi tidak akan menjual polis asuransi kebakaran kepada pihak selain pemilik gedung yang diasuransikan. Insurable interest dlm contoh ini adalah kepemilikan thd sesuatu yang diasuransikan. Begitu pula hubungan keluarga, keterkaitan financial yang beralasan, juga merupakan bentuk insurable interest. Yang dimaksud anti seleksi (kontra seleksi) mengacu pada adanya kecenderungan lebih besar untuk ikut asuransi karena memiliki tingkat resiko diatas rata-rata. Contoh, orang yang memiliki catatan kesehatan buruk atau resiko pekerjaan berbahaya cenderung mau membeli asuransi. Untuk mengurangi akibat anti seleksi, perusahaan asuransi harus dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi potensi resiko atau kerugian. Proses identifikasi dan klasifikasi tingkat resiko itu disebut underwriting atau seleksi resiko. Namun bukan berarti anti seleksi menyebabkan pengajuan asuransinya ditolak, karena bagi tertanggung dengan resiko kerugian diatas rata-rata dapat dikenakan premi sub standar (premi khusus) disebabkan resikonya sub standar (resiko khusus) kecuali jika kemungkinan kerugiannya jauh lebih tinggi, mungkin permohonan asuransinya ditolak.

B.     Macam-macam Asuransi dan Hukumnya

1. Asuransi kerugian
Asuransi kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa: Kehilangan nilai pakai atau Kekurangan nilainya atau Kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung. Pada asuransi kerugian penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.
2. Asuransi jiwa
Asuransi jiwa adalah perjanjian tentang pembayaran uang dengan nikmat dari premi dan yang berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang termasuk juga perjanjian asuransi kembali uang dengan pengertian catatan dengan perjanjian dimaksud tidak termasuik perjanjian asuransi kecelakaan (yang masuk dalam asuransi kerugian) berdasarkan pasal I a Bab I Staatblad 1941 – 101). Dalam asuransi jiwa (yang mengandung SAVING) penanggung akan tetap mengembalikan jumlah uang yang diperjanjikan, kepada tertanggung, Kalau tertanggung meninggalkan dalam massa berlaku perjanjian, atau pada saat berakhirnya jangka waktu perjanjian keperluannya suka rela. Kebutuhan jaminan yang dapat dipenuhi oleh asuransi jiwa adalah sebagai berikut:
Ø  Kebutuhan Pribadi, meliputi: penyediaan biaya-biaya hidup final seperti biaya yang berkaitan dengan kematian, biaya pembayaran tagihan berupa hutang atau pinjaman yang harus dilunasi; tunjangan keluarga; biaya pendidikan; dan uang pensiun. Selain itu, polis asuransi jiwa yang memiliki nilai tunai dapat digunakan sebagai tabungan maupun investasi.
Ø  Kebutuhan Bisnis, seperti: insurance on key persons (asuransi untuk orang-orang penting dalam perusahaan); insurance on business owners (asuransi untuk pemilik bisnis); employee benefit (kesejahteraan karyawan) contohnya asuransi jiwa dan kesehatan kumpulan.
3. Asuransi Sosial
Asuransi Sosial Ialah asuransi yang memberikan jaminan kepada masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah, yaitu: Asuransi kecelakaan lalu lintas (jasa raharja). Asuransi TASPEN, ASTEK. ASKES, ASABRI.
Sifat asuransi sosial
·                           Dapat bersifat asuransi kerugian
·                           Dapat bersifat asuransi jiwa.
Hukum Asuransi
1. Asuransi Sosial diperbolehkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
·   Asuransi sosial tidak termasuk akad mu’awadlah, tetapi merupakan syirkah ta’awuniyah.
·   Diselenggarakan oleh Pemerintah. Sehingga kalau ada ruginya ditanggung oleh Pemerintah, dan kalau ada untungnya dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.
2. Asuransi kerugian, diperbolehkan dengan syarat apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
·   Apabila asuransi kerugian tersebut merupakan persyaratan bagi obyek-obyek yang menjadi agunan bank.
·   Apabila asuransi kerugian tersebut tidak dapat dihindari, karena terkait oleh ketentuan-ketentuan Pemerintah, seperti asuransi untuk barang-barang yang di impor dan diekspor.
3. Asuransi jiwa hukumnya haram kecuali apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
·   Apabila asuransi jiwa tersebut mengandung unsur saving (tabungan)
·   Pada waktu menyerahkan uang premi, pihak tertanggung beniat untuk menabung untungnya pada pihak penanggung (perusahaan asuransi).
·   Pihak penanggung bemiat menyimpan uang tabungan milik pihak tertanggung dengan cara-cara yang dibenarkan/dihalalkan oleh syariat agama Islam.
·   Apabila sebelum jatuh tempo yang telah disepakati bersama antara pihak tertanggung dan pihak menanggung seperti yang telah disebutkan dalam polis (surat perjanjian). ternyata pihak penanggung sangat memerlukan (keperluan yang bersifat darurat) uang tabungannva, maka pihak tertanggung dapat mengambil atau menarik kemballi sejumlah uang simpanannya dari pihak penanggung dan pihak penanggung berkewajiban menyerahkan sejumlah uang tersebut kepadanya.
·   Apabila pada suatu ketika pihak tertanggung terpaksa tidak dapat membayar uang premi, maka :
Ø  Uang premi tersebut menjadi hutang yang dapat diangsur oleh pihak tertanggung pada waktu-waktu pembayaran uang premi berikutnya.
Ø  Hubungan antara pihak tertanggung dan pihak penanggung dinyatakan tidak putus.
Ø  Uang tabungan milik pihak tertanggung tidak dinyatakan hangus oleh pihak penanggung.
Ø  Apabila sebelum jatuh tempo pihak tertanggung meninggal dunia, maka ahli warisnya berhak untuk mengambil sejumlah uang simpanannya, sedang pihak penanggung berkewajiban mengembalikan sejumlah uang tersebut.
Walaupun ada beberapa pendapat tentang hukum asuransi tetapi para musyawirin mendukung dan menyetujui berdirinya Asuransi secara Islam. Jadi sebelum tercapainya cita-cita terwujudnya Asuransi Islam hendaknya sistem perasuransian yang ada sekarang ini diperbaiki dengan menghilangkan unsur-unsur yang terlarang, sehingga tidak bertentangan dengan tuntunan ajaran Islam

C.    Tujuan Asuransi

Tujuan pokok asuransi ialah mengurangi uncertainty (ketidakpastian, keraguan) yang disebabkan oleh kesadaran akan kemungkinan kerugian. Asuransi memberikan kepastian kepada masing-masing anggota kelompok itu dengan memeratakan biaya kerugian. Kontribusi perorangan kepada kelompok itu ditentukan berdasarkan ramalan tentang bagiannya dalam kerugian yang diderita oleh kelompok itu. Imbalan dari kontribusinya, ia mendapatkan kepastian bahwa kelompok itu akan memikul setiap kerugian yang dideritanya. la memindahkan resikonya terhadap kelompok itu. Jadi membayar premi tertentu sebagai ganti menghadapi ketidakpastian kemungkinan kerugian besar. Asuransi memiliki beberapa tujuan, yaitu:
Ø  Tujuan ganti rugi. Ganti rugi diberikan oleh penanggung kepada tertanggung, apabila tertanggung menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk mengembalikan tertanggung dari kebangkrutan sehinga ia masih mampu berdiri seperti sebelum menderita kerugian
Ø  .Tujuan tertanggung. Untuk memperoleh rasa tentram dari resiko yang dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya. Dan untuk mendorog keberaniannya menggiatkan usaha yang lebih besar dengan risiko yang besar pula karena resiko yang lebih besar diambil alih oleh penanggung.
Ø  Tujuan Penanggung. Tujuan Khusus, meringankan risiko yang dihaapi oleh para nasabahnya atau para tertanggung dengan mengambil alih risiko yang dihadapinya. Menciptakan rasa tentram dikalangan nasabahnya sehingga lebih berani menggiatkan usaha yang lebih besar. Mengumpulkan dana melalui premi yang terkumpul sedikit demi sedikit dari para nasabahnya sehingga terhimpun dana besar yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan bangsa dan Negara.
Secara khusus asuransi tersebut mempunyai tujuan tersendiri yaitu sebagai berikut:
  • Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
  • Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
  • Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
  • Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
  • Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
  • Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja)
Dalam asuransi juga terdapat beberapa jenis resiko, adapun resiko tersebut adalah:
1.      Risiko Umum. Berarti ada ketidakpastian terjadinya suatu kerugian atau hanya ada peluang merugi dan bukan suatu peluang keuntungan dengan kata lain, resiko murni adalah suatu yang terjadi tidak juga memberikan keuntungan
2.      Risiko spekulatif atau speculative risk. Adalah resiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, antara lain peluang mengalami kerugian financial, dan peluang memperoleh keuntungan.
3.      Risiko individu
Ø  Risiko pribadi adalah resiko yang mempengaruhi kapasitas atau kemampuan seseorang memperoleh keuntungan yang dapat disebabkan mati muda, uzur, cacat fisik, dan kehilangan pekerjaan.
Ø  Risiko harta adalah terjadi kerugian keuangan apabila kita memiliki suatu benda atau harta, dimana adanya peluang harta tersebut hilang, dicuri, atau rusak. Hilangnya suatu harta berarti suatu kerugian financial.
Ø  Risiko tanggung gugat adalah resiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain.
Dalam asuransi juga ada istilah menanggung risiko. menanggung risiko  tersebut minimal ada 5 cara yang dapat dilakukan, antara lain:
Ø  Menghindari risiko. Jangan melakukan kegiatan yang mungkin dapat terjadinya peluang merugi.
Ø  Mengurangi risiko. Yaitu tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi resiko kerugian yang mungkin timbul.
Ø  Menahan risiko. Berarti kita tidak melakukan apa-apa terhadap risiko tersebut dimana risiko itu tetap ada atau kita akan menahannya.
Ø  Membagi risiko. Membagi risiko dengan pihak lain, potensi kerugian dapat dibagi dengan pihak yang bersangkutan.
Ø  Mentransfer risiko. Berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain dan biasanya kepada perusahaan asuransi yang bersedia serta mampu memikul beban tersebut
Resiko yang dapat diasuransikan haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Ø  Kerugian potensial cukup besar, tetapi probabilitasnya tidak tinggi, sehingga membuat asuransi terhadapnya secara ekonomis mungkin (kelayakan ekonomis)
Untuk layaknya suatu asuransi secara ekonomis, maka kerugian yang mungkin terjadi haruslah cukup besar bagi tertanggung, sedangkan biaya asuransinya jangan terlalu tinggi dibandingkan dengan kemungkinan kerugian tersebut. Jika kemungkinan kerugian tidak cukup besar bagi tertanggung, maka mereka tidak akan tertarik memindahkan resikonya kepada penanggung. Banyak resiko ditahan sendiri oleh tertanggung dan tidak diasuransikan karena kemungkinan kerugiannya sedemikian kecil sehingga tidak merupakan beban.
Ø  Probabilitas kerugian dapat diperhitungkan.
Tingkat premi asuransi itu didasarkan atas ramalan ten tang masa depan. Ramalan ini didasarkan atas taksiran probabilitas. Probabilitas ini umumnya didasarkan atas pengalaman masa lampau. Cara inilah yang digunakan perusahaan asuransi untuk menaksir probabilitas. Tapi cara ini hanya bermanfaat bila dapat dianggap bahwa taktor-faktor penentu masa depan itu sarna dengan faktor-faktor penentu masa lampau tersebut. Jika tidak, maka pengalaman masa lampau itu tidak bisa dijadikan pedoman untuk masa depan. Apabila probabilitas kerugian yang hendak diasuransikan itu tidak dapat dihitung, maka resikonya tidak dapat diasuransikan
Ø  Kerugian yang terjadi bersifat kebetulan
Resiko yang ditanggung oleh penanggung haruslah hanya bersifat kemungkinan kerugian bagi tertanggung. Kerugian itu haruslah bersifat kebetulan ldealnya, tertanggung tidak boleh memiliki kontro1 atau pengaruh terhadap kejadian yang hendak diasuransikan itu. Dalam kenyataannya, situasi ini hanya berlaku untuk bencana-bencana seperti gempa bumi dan iklim.
Ø  Kerugiannya tertentu
Umumnya perusahaan asuransi berjanji akan membayar kerugian jika terjadi selama waktu tertentu dan di tempat tertentu. Contoh, perjanjian ini mungkin menutup kerugian kebakaran pada lokasi tertentu. Untuk berlakunya kontrak ini haruslah dapat diketahui kapan dan dimana kerugian itu terjadi.
Ø  Massal dan homogen
Syarat utama untuk dapat diasuransikan adalah massal, artinya harus ada sejumlah besar unit. Dalam hal asuransi mobil, harus ada sejumlah besar mobil. Dalam hal asuransi jiwa, harus ada sejumlah besar orang. Sebuah perusahaan asuransi mobil tidak akan didapat menanggung selusin mobil saja, dan sebuah perusahaan asuransi jiwa tidak akan dapat menanggung selusin orang saja. Sebagaimana te!ah diuraikan, untuk memperoleh taksiran probabilitas yang akurat diperlukan pengamatan terhadap sejumlah besar kejadian. Sesudah probabilitas kerugian itu diketahui, maka ia dijadikan dasar untuk ramalan, tetapi ramalan ini hanya berlaku untuk sejumlah kelompok besar. Perusahaan asuransi tidak lebih mampu meramalkan kerugian seseorang tertentu daripada orang itu sendiri.

D.    Hukum Asuransi Syariah

Asuransi sistem syariah pada intinya memang punya perbedaan mendasar dengan yang konvensional, antara lain:
  1. Prinsip akad asuransi syariah adalah takaful (tolong-menolong). Di mana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
  2. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
  3. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
  4. Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
  5. Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
  6. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
Hakikat asuransi secara syariah adalah saling bertanggung jawab, saling bekerja sama atau bantu-membantu dan saling menanggung penderitaan satu sama lain. Oleh karena itu berasuransi diperbolehkan secara syariah, karena prinsip-prinsip dasar syariah mengajak kepada setiap sesuatu yang berakibat keeratan jalinan sesama manusia dan kepada sesuatu yang meringankan bencana mereka sebagaimana fir­man Allah SWT. dalam Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 2 yang artinya:“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhuya Allah amat berat siksa-Nya”.
Prinsip asuransi syariah yang menekanakan pada semangat kebersamaan dan tolong-menolong (ta’awun). Semangat asuransi syariah menginginkan berdirinya sebuah masyarakat mandiri yang tegak di atas azas saling membantu dan saling menopang, karena setiap muslim terhadap muslim yang lainnya sebagaimana sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagian kepada sebagian yang lain. Dalam model asuransi ini tidak ada perbuatan memakan harta manusia dengan batil (aklu amwalinnas bilbathil), karena apa yang telah diberikan adalah semata-mata sedekah dari hasil harta yang dikumpulkan. Selain itu keberadaan asuransi syariah akan membawa kemajuan dan kesejahteraan kepada perekonomian umat.
Dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasu­ransi syariah berpegang pada pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yaitu Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah diamping Fatwa DSN-MUI yang paling terkini yang terkait dengan akad perjanjian asuransi syariah yaitu Fatwa No.51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah.
Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan asuransi syariah yaitu:
1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/ KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusa­haan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Peraturan inilah yang dapat dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi syariah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 yang menyebutkan bahwa ”Setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah…” Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 3-4 mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah, Pasal 32 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional, dan Pasal 33 mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/ KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Kep. 4499/ LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat beberapa istilah, antara lain takaful (bahasa Arab), ta’min (bahasa Arab) dan Islamic insurance (bahasa Inggris). Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak berbeda satu sama lain yang mengandung makna pertanggungan atau saling menanggung. Namun dalam praktiknya istilah yang paling populer digunakan sebagai istilah lain dari asuransi dan juga paling banyak digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia adalah istilah takaful. Istilah takaful ini pertama kali digunakan oleh Dar Al Mal Al Islami, sebuah perusahaan asuransi Islam di Geneva yang berdiri pada tahun 1983.
Istilah takaful dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-takafala-yatakafalu-takaful yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama. Kata takaful tidak dijumpai dalam Al-Qur’an, namun demikian ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti misalnya dalam QS. Thaha (20): 40 “… hal adullukum ‘ala man yakfuluhu…”. Yang artinya ”… bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya (menanggungnya)?…”
Apabila kita memasukkan asuransi takaful ke dalam lapangan kehidupan muamalah, maka takaful dalam pengertian mu’amalah mengandung arti yaitu saling menanggung risiko di antara sesama manusia sehingga di antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas risiko masing-masing. Dengan demikian, gagasan mengenai asuransi takaful berkaitan dengan unsur saling menanggung risiko diantara para peserta asuransi, di mana peserta yang satu menjadi penanggung peserta yang lainnya.
Tanggung-menanggung risiko ter­sebut dilakukan atas dasar kebersamaan saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung risiko tersebut.


1 komentar:

Desain Oleh :